MENGGALA (Lampost): Berdasar pada razia, Kampung Wiralaga I dan Wiralaga II di Kecamatan Mesuji Lampung, Tulangbawang, telah menjadi sentra kepemilikan senjata api (senpi) ilegal.
Kapolres Tulangbawang AKBP Suyono mengatakan secara umum situasi kamtibmas masih bisa dikendalikan meskipun ada sedikit peningkatan selama bulan puasa. Akan tetapi, pelakunya sudah terindentifikasi.
Sementara itu, terkait maraknya kepemilikan senjata api ilegal di wilayah hukumnya seperti Kampung Wiralaga I dan Wiralaga II, Kapolres mengaku bukan hanya sekadar mendapat laporan bawahan dan warga, melainkan telah merazia senpi pada tahun 2006 dan hasilnya sangat banyak.
Bahkan, kata Kapolres, hasil operasi dan berdasar pada penelusuran di lapangan, jika sebuah rumah tidak memiliki senpi ilegal, pemilik rumah ketakutan. Sebab, mereka bisa dijadikan sasaran empuk para perampok dari seberang (Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan). Kalau warga tidak punya senpi, kemungkinan akan terjadi perampokan setiap hari.
Bahkan, kata Kapolres, saat operasi senpi tahun 2006, sebanyak 67 pucuk senpi diamankan. Itu pun masih banyak senpi yang disembunyikan warga. Tidak jarang petugas tidak menemukan senjata api di rumah yang digeledah.
Jadi, kata Kapolres, kepemilikan senpi di kampung itu sudah bukan rahasia lagi. Jika tidak memilikinya, warga malah ketakutan karena tidak ada alat untuk membela diri jika didatangi perampok.
Kini kepolisian sudah melakukan kerja sama antara Polda Lampung dan Polda Sumsel agar bisa sama-sama merazia beberapa kampung di sana. Selain Kampung Wiralaga I dan Wiralaga II, aparat Polda Lampung sempat kesulitan merazia ke Kampung Batu Ceper yang letaknya masuk wilayah OKI Sumsel.
Batu Ceper, kata Kapolres, diduga menjadi kampung pembuat senpi rakitan. Namun saat dirazia, polisi tidak menemukan tempat pembuatan senpi itu. Akan tetapi, kabar yang berkembang, Batu Ceper memang memproduksi senjata api rakitan.
Kapolres menduga pembuatan senpi bisa saja di kota besar, hanya ahlinya dari Kampung Batu Ceper. Suyono menduga daerah di jalur Sungai Mesuji yang berbatasan langsung dengan OKI, Sumsel, menjadi tempat strategis peredaran senpi ilegal karena jauh dari pengawasan aparat hukum.
Kampung yang masuk wilayah Tulangbawang di sepanjang Sungai Mesuji terdiri dari Kampung Nipah Kuning, Sungai Badak, Wiralaga I dan Wiralaga II, Sungai Cambai. Sementara itu, di seberang Sungai Mesuji terdapat Kampung Batu Ceper, tapi telah masuk wilayah OKI, Sumsel.
Menurut Kapolres, banyaknya peredaran senpi ilegal sangat berbahaya jika tidak diantisipasi sejak dini. Jika terjadi konflik, bisa menyebabkan perang karena mereka sama-sama memiliki senpi.
Pihaknya berharap kerja sama antara Polda Lampung dan Polda Sumsel segera terealisasi, sehingga bisa sama-sama merazia wilayah perbatasan. n WID/D-1
Kamis, 19 Juni 2008
Wiralaga Sentra Senpi Ilegal
Jika Hujan, Brabasan--Wiralaga Lumpuh
MESUJI LAMPUNG (Lampost): Jalan sepanjang sekitar 25 km dari Kampung Brabasan, Kecamatan Tanjungraya, menuju Kampung Wiralaga, Kecamatan Mesuji, rusak berat. Meskipun sudah tujuh kali diusulkan perbaikan, belum ada tanggapan. Akibatnya, jarak tempuhnya yang pendek itu dibutuhkan waktu sekitar 1,5--2 jam.
Jalan yang sudah di onderlaag tersebut sudah bertahun-tahun rusak berat dan hingga saat ini belum ada perhatian pemerintah. Padahal jalan tersebut merupakan satu-satunya jalan darat yang bisa tembus ke wilayah ibu kota Kecamatan Mesuji Lampung.
Pemantauan Lampung Post, kondisi jalan mulai berlubang dalam sekitar 1,5 km dari kantor Mapolsek Tanjungraya. Onderlaag yang sudah dipasang nyaris habis dan terbenam ke dasar tanah. Bahkan bekas roda kendaraan terlihat masuk sekitar 40--50 cm ke dasar tanah.
Kondisi ini akan lebih parah jika hujan turun. Sebab, lumpur yang berada di dasar tanah naik saat kendaraan melintas, yang akhirnya batu yang terpasang nyaris tidak berguna. Tidak jarang masyarakat yang melintas dan kebetulan menggunakan kendaraan sejenis Kijang, Carry, terpaksa harus diinapkan jika akan ke Wiralaga.
Kondisi tersebut nyaris merata di sepanjang jalan provinsi itu. Kubangan-kubangan besar seakan sudah menjadi pemandangan sehari-hari bagi masyarakat pengguna jalan tersebut. Jika musim kemarau meskipun sulit kendaraan masih bisa sampai ke Wiralaga, itu pun harus memakan waktu sekitar 1,5--2 jam dengan jarak 25 km. Apabila musim hujan, semua kendaraan roda empat tidak bisa lewat atau diinapkan.
Hendarma, camat Mesuji, mengaku harus menginapkan kendaraan dinasnya di rumah warga jika hujan tiba. Sebab, jalan tidak bisa dilewati. Kemudian transportasi masyarakat untuk sampai ke Wiralaga yang tinggal 7 km, dari Kampung Sungai Badak ke Wiralaga, terpaksa harus melalui air menggunakan perahu kelotok.
Jalan air yang dilewati itu merupakan kanal buatan pemerintah saat membuat jalan tembus dari Kampung Transmigrasi ke kampung asli Mesuji Wiralaga. Kanal inilah menjadi satu-satunya jalan alternatif terdekat jika jalan darat tidak bisa dilalui. Dampak tidak lancarnya sarana transportasi ini membuat harga bahan kebutuhan pokok terus meningkat.
Menurut warga Mesuji Mat Jaya, masyarakat dan pemerintah kecamatan telah mengusulkan perbaikan jalan tujuh kali ke kantor gubernur, akan tetapi belum juga ada perhatian. Meskipun demikian, pihaknya mengaku tidak putus asa dan akan dicoba lagi diusulkan, mudah-mudahan dengan gubernur baru usulan perbaikan jalan bisa segera ditanggapi. n FA/D-2
Kecamatan Mesuji Rawan Kejahatan
MENGGALA (Lampost): Kampung Wiralaga dan beberapa kampung di sepanjang aliran Sungai Mesuji seperti Nipah Kuning, Sungai Badak, Wiralaga I, Wiralaga II, dan Sungai Cambai, di Kecamatan Mesuji Lampung, merupakan daerah paling rawan di kawasan Mesuji secara keseluruhan.
Menurut Kapolsek Tanjungraya AKP Arsyad, saat ditemui di Mapolres, Rabu (5-12), di daerah-daerah itu sering terjadi aksi kriminal/aksi tindak pidana dan banyaknya kepemilikan senjata api ilegal.
Untuk itu, kata Kapolsek, Tanjungraya yang membawahkan tiga kecamatan: Kecamatan Tanjungraya, Mesuji Lampung dan Mesuji Timur dengan 34 kampung harus bekerja keras untuk meredam terjadinya aksi kriminal. Penyuluhan dan pembinaan terhadap kampung-kampung tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan demi terjalinnya hubungan yang harmonis antara aparat keamanan dan masyarakat setempat.
Dengan pembinaan dan pengawasan terhadap lima kampung di sepanjang aliran Sungai Mesuji merupakan upaya pendekatan dengan masyarakat agar lebih sadar terhadap penegakan hukum dan alhamdulillah dengan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan aparat dengan terus-menerus, telah sedikit membuahkan hasil, terbukti ketika dilakukan Operasi Pekat 2007 tiga warga menyerahkan senpi ilegalnya tanpa harus dipaksa.
Dia mengakui memiliki senpi ilegal di lima kampung tersebut menjadi hal biasa. Bahkan, anak kecil pun tak sedikit yang membawa senpi tersebut. "Ini mungkin sudah menjadi tradisi sejak zaman nenek moyang dulu, sebab wilayah sepanjang aliran Sungai Mesuji, sejak dulu memang rawan dan hutan sehingga demi keamanan warga menjaga dirinya dengan memiliki senpi," katanya.
Menurut Arsyad, sering terjadinya perampokan atau tindakan pidana lainnya yang dilakukan oleh warga tetangga (OKI) sehingga sulit di kejar karena masuk wilayah Sumsel, dan seringnya kampung di serang pihak lain maka masyarakat membekali diri dengan senpi.
Dia menjelaskan dengan memiliki 27 personel Polsek Tanjungraya dibantu 2 Pos Polisi yang masing-masing memiliki 3 anggota, dinilai sangat kurang.
Meskipun demikian, dalam tiga kampung ditugaskan satu polisi untuk melakukan pengawasan dan pembinaan secara terus-menerus khususnya di lima kampung itu. Hasilnya, saat ini kepemilikan senpi illegal terus berkurang.
Menurut dia, untuk lebih menciptakan kondisi Mesuji lebih kondusif mestinya setiap kecamatan harus ada satu Polsek sehingga personel bisa dengan mudah melakukan pembinaan. n WID/R-2